Surat Rindu untuk Ayah #3

Nisa
2 min readJun 26, 2020

Teruntuk Ayahku terkasih,

Jauh nian aku dari rumah, tempatmu beristirahat. Jauh sekali rasanya, bukan hanya karena kita dipisahkan hempasan benua dan samudera, tapi karena perlahan, aku mulai ketakutan,

aku semakin lupa bagaimana harum tubuhmu.

Menginjak tahun keempat, memang rasanya lebih mudah terbawa suasana dan mengalihkan rasa sedih dan hampa yang ada. Tanpa ku sadari, aku tak lagi menangis tersedu hingga dadaku sesak lebaran kemarin. Pelan, aku bertanya pada diriku, adakah aku sudah ikhlas akan kepergianmu? Atau justru perlahan aku mulai memilih melupakan ketiadaanmu?

aku rindu hangat pelukmu.

aku rindu genggaman tanganmu.

aku rindu setiap detik sunyi yang kita habiskan di bawah langit malam Bandung, di balik kemudimu.

Ayah,

dimanakah engkau sekarang? Di usiaku yang hampir menginjak dua puluh lima, aku tak henti berandai akan kehadiranmu dan petuah-petuahmu. Aku kira aku bisa tanpamu, ku kira kering sudah air mata ini dan aku telah menjadi individu yang jauh lebih kuat. Namun, beberapa hari lalu, bersama seorang teman yang sudah lama sekali tak saling bertegur sapa, entah darimana dorongannya, aku bercerita tentangmu. Hal yang nyaris tak pernah ku lakukan dalam waktu yang lama. Dan aku menangis di depannya.

Ayah, aku rindu.

Dengan segala hal yang terjadi, aku hanya ingin memelukmu erat, walau hanya sebentar, aku ingin kembali menghafal harum tubuhmu dan hangat dekapmu.

Ayah,

di surat rinduku kali ini, aku ingin mengucap maaf.

Sebagaimana mungkin engkau berharap aku menjadi kuat, mungkin seiring berjalannya waktu ruang hampa dalam hatiku perlahan tak lagi terasa semenyakitkan itu.

Namun, di setiap pijakan kakiku, ku harap engkau tahu, aku ada karenamu.

Ayah,

Aku rindu sekali, peluk dan cium selalu. Erat, jangan dilepas ya?

Al-fatihah.

--

--