Surat Rindu untuk Ayah #4

Nisa
2 min readFeb 7, 2021

Selama beberapa waktu ini, aku seringkali termenung, membayangkan beratnya perjuanganmu selagi masih ada. Entah mungkin berapa banyak hal yang menyakitimu, selagi kau mengais rejeki untuk kami. Entah seberapa banyak rintangan yang perlu kau lewati, batas yang kau tembus, karena engkau menginginkan kehidupan yang lebih baik untuk kami.

Ayah, aku rindu.

Aku tertegun, membayangkan proses hidup yang mesti kau lalui. Juga hal-hal yang seharusnya bisa lebih baik. Tapi dari banyak memori yang kau bagikan denganku, ingin rasanya ku dekap erat satu demi satu, ku simpan rapat dalam album memoriku, agar aku bisa selalu ingat besarnya kasih dan pengorbananmu untuk kami.

Ayah, aku rindu.

Seringkali aku berpikir, mungkin di banyak saat ketika aku menangis mengaku rindu, aku hanya menjadikanmu ketiadaanmu sebagai alasan untuk meraung tersedu. Untuk menyerah pada keadaan. Untuk memilih mengeluh, meski aku tau aku masih bisa mengayuh. Dalam segala ketakutan, kerisauan, dan banyak hal lainnya yang menghantuiku siang malam, aku hanya tak habis pikir, sekuat apa engkau dahulu, bisa memendam semuanya seorang diri. Sementara aku sudah tenggelam dalam kegalauanku.

Ayah, aku rindu.

Bagaimana mungkin, engkau bisa tetap bangun pagi, mengantarku ke pintu sekolah, mendoakanku dengan senyum hangatmu, dan berjuang sepanjang waktu terlepas tidak mengetahui apa engkau akan mendapatkan hal yang kau cari? Bagaimana mungkin, engkau tetap bisa menjaga ‘kehadiran’mu di antara kami, terlepas dari segala ujian yang kau hadapi? Ketika saat ini, rasanya aku berjalan tak tentu arah.

Ayah, aku rindu.

Dan kulantunkan satu album Chrisye, untuk mengenang kebersamaan kita di balik kemudimu. Andai sebentar saja, aku bisa memelukmu, mencium harum tubuhmu, melihat senyum hangatmu, mendengarmu memanggil namaku, merasakan kecupmu yang terselip doa, mungkin, mungkin aku akan bisa berlari lagi? Tapi aku tau ini semua berangkat dari egoku. Nyatanya, meski waktu sudah lama berlalu, aku masih juga mengedepankan perasaan kehilanganku.

Ayah, maaf ya? Maaf karena tidak bisa selalu berdiri tegak terlepas dari apa yang telah engkau tanamkan. Terlepas dari kehidupan yang jauh-jauh lebih baik yang ku hidupi — karena perjuanganmu dulu.

untuk selalu bersabar, untuk tak pernah menyerah, untuk semua yang telah engkau usahakan, terima kasih, Ayah.

--

--