Untuk diingat kemudian hari

Nisa
2 min readSep 14, 2020

Terkadang, Tuhan menuntunku menyusuri jalanan yang tak kukenal. Di tengah perjalanan, seringkali aku menghela nafas, bertanya, ‘Mengapa? Untuk apa?’ seolah berteriak pada ruang hampa udara, kegelisahanku tak selalu dijawabNya di detik yang sama.

Terkadang, Tuhan menunjukkan jawabanNya seiring berjalannya waktu. Ada saat di mana aku tertegun akan kompleksitas skenario Tuhan, ada saatnya aku dibuat berdecak kagum akan mudahnya banyak hal untukNya. Dalam perjalanan mencari jawabanNya, seringkali aku bersikukuh akan egoku, dan bagaimana apa yang aku yakini adalah hal terbaik untukku. Aku, selalu dibuatNya merenung, bahwa banyak sekali hal yang tak ku ketahui, yang membuat jalanNya selalu menjadi jalan terbaik.

Terkadang, Tuhan mengajarkanku berbagai hal melalui banyak cara. Di kala bahagia, Tuhan pertemukan aku dengan banyak insan yang kisah hidupnya membuatku malu, dan ingin memperbaiki diri. Di kala sulit, ditemaninya aku dengan ketentraman hati setiap kali ku panjatkan doa kepadaNya.

Aku tidak hapal, berapa malam ku habiskan menangis di banyak sudut kota ini karena aku takut, gelisah, dan sedih tak berujung. Aku tidak ingat, seberapa sering aku ingin berteriak kalau aku tak sanggup, ketika aku kehilangan kepercayaan pada diri sendiri. Di banyak saat ketika menyerah terlihat sangat mudah, di banyak saat ketika memberikan upaya terbaik bukan lagi menjadi pilihan, aku selalu terduduk, merenung, dan menangis.

Sepuluh tahun lalu, aku tak pernah terpikir bisa menempuh pendidikan lanjut, pun tak pernah terpikir bahwa Babeh akan pergi secepat ini.

Setahun lalu, aku pun tak tahu bahwa perjuanganku akan terus berlanjut meski aku tengah menghidupi mimpiku.

Beberapa bulan lalu, ku kira aku tak akan pernah mampu memaafkan hal-hal yang menyakitiku, hingga akhirnya aku berbisik pada Tuhan,

“Ya Allah, aku tak mampu tanpaMu. Angkatlah penyakit hati ini, pinjami aku kekuatanMu. Berikanlah aku ketenangan hati dan mudahkanlah aku untuk memaafkan.”

Nyatanya, meskipun Tuhan telah tunjukkan kuasaNya di luar nalarku, momen-momen sulit selalu membuatku terhanyut dan lupa betapa mudahnya segala sesuatu jika Ia telah berkehendak. Aku selalu lupa bahwa Tuhan selalu ada untukku.

Jika aku diminta menjelaskan pelajaran apa yang ku dapat di usia ke-24, aku akan menjawab dengan lantang,

Bertambahnya usia tidak serta merta memberikanku kebijaksanaan untuk berbangga bahwa aku tahu yang terbaik untukku. Bertambahnya hal yang ku pelajari bukan berarti aku tahu lebih banyak. Justru, aku semakin sadar betapa kecil diriku, sehingga entah seberapa jauh jarak yang kutempuh untuk mengejar ilmu, aku tetap tidak akan pernah bisa lebih tahu apa yang terbaik untukku dibanding pengetahuan Tuhan tentang apa yang menjadi takdirku.

Di usiaku yang ke-25, aku hanya ingin ketentraman hati untuk bisa selalu bertawakkal kepada Allah, dengan selalu berikhtiar sesuai kehendakNya.

Semoga Allah mampukan,

semoga Allah kuatkan.

London, 14 September 2020.

--

--